i-tutor.net merupakan salah program I Love My Country
* Latar Belakang Kerjasama Pemda Kabupaten Bener Meriah dengan i-tutor
* Klik di sini untuk melihat rekomendasi World Bank
* Download Company profile i-tutor group untuk melihat keberhasilan i-tutor lainnya
Sampai saat ini i-tutor.net sendiri telah tersebar lebih dari 700 cabang di seluruh Indonesia, dari sejak i-tutor.net menjadi suatu sistem Lisensi pada tahun 2006.
Mari Bergabung Dengan
I Love My Country
Indonesia (ILMCI.com)
Untuk Mencerdaskan
Anak - Anak &
Cucu- Cucu Kita !
Free 1GB Webmail Mau punya email pribadi dengan inbox 1GB + hadiah bulanan? |
diperlukan ketika Anda mengisi
formulir pendaftaran email ilmci.com
dan sewaktu mengisi formulir BURSA BISNIS ILMCI,
cantumkan Sponsor's ID Number Anda berikut:
0340 3440 9876 3426
Info rinci, silakan download marketing kits Anda melalui link berikut:
01. Brosur
02. Dokumen Kerjasama
03. Surat Perjanjian Kerjasama (MOU) BBI
04. Proposal-proposal
06. Teknik Staff Get Member [pps - 248kb]
07. Promo i-tutor Metro Permata [wmv - 13mb]
This holds true not only for you, this holds true for anyone. This is the reason why your contacts and anyone on internet will also purchase "The Fortune" gallery from you for $39.00 at the very first email you will send them - guaranteed.
Klik Ini Yang Saya Cari...!
Welcome to my blog!
You are my visitor No.
If you feel you want to do something that will help protect the millions of species that would disappear with the forests, click Specicide
BY VOLUNTEERS AND RANGERS
OFFSET YOUR CARBON EMISSIONS WITH
Top 10 Travel Tips
Prohibited & Permitted Items
For Travelers
Your Health Overseas
The World Clock - Time Zones
Saya berbahagia mendapat kesempatan membagi ilmu dari jauh, tetapi Anda dekat di hati saya, untuk kesejahteraan Anda sekeluarga, beserta orang-orang yang memanfaatkannya, berkat bantuan dari Anda. Berarti, Anda bebas menyebar luaskan cuplikan “Ilmu Pariwisata” ini kepada sebanyak mungkin warga
Klik Praktek Memandu Wisatawan dan Panduan Pramuwisata untuk mencontoh tata cara seorang pramuwisata mengomentari obyek wisata (points of interest).
Sebagai contoh-contoh aktual lainnya, silakan klik Langkawi dan Pangkor.
Apabila koneksi internet Anda lambat, biarkan "YOU TUBE tersebut jalan sampai selesai. Sabar dulu! Suara dan gambarnya akan baik, tanpa terputus-putus, ketika Anda "REPLAY".
Tak lain harapan saya, kiranya Anda bersedia berdoa kepada Allah SWT, semoga Anda dan saya selalu mendapat berkah - Nya dan diampuni semua dosa kita di dunia dan di akhirat. Amin! Maafkan atas segala keterbatasan saya.
Terima kasih.
Drs.
Manfaat Biro Perjalanan Wisata
(Professional Event Organizer)
Tertarik Memiliki eBook MEMBANGUN SITUS
Perlukan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
TENTANG
KEPARIWISATAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK
Menimbang:
a. bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana terkandung
dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan waktu luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia;
c. bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan tetap memberikanperlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup, serta kepentingan nasional;
d. bahwa pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong
pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta
mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional,
dan global;
e. bahwa Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan perkembangan kepariwisataan sehingga perlu diganti;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk
Undang-Undang tentang Kepariwisataan;
Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
dan
PRESIDEN REPUBLIK
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEPARIWISATAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
5. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan.
6. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya
kepariwisataan.
7. Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
8. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha pariwisata.
9. Industri Pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.
10. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, social dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup,
serta pertahanan dan keamanan.
11.Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pekerja pariwisata untuk mengembangkanprofesionalitas kerja.
12. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha dan pekerja pariwisata untuk mendukung peningkatan mutu produk pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan kepariwisataan.
13. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
14. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
15.Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kepariwisataan.
BAB II
ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
a. manfaat;
b. kekeluargaan;
c. adil dan merata;
d. keseimbangan;
e. kemandirian;
f. kelestarian;
g. partisipatif;
h. berkelanjutan;
i. demokratis;
j. kesetaraan; dan
k. kesatuan.
Pasal 3
Pasal 4
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c. menghapus kemiskinan;
d. mengatasi pengangguran;
e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;
f. memajukan kebudayaan;
g. mengangkat citra bangsa;
h. memupuk rasa cinta tanah air;
i. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
j. mempererat persahabatan antarbangsa.
BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN
Pasal 5
a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal;
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas;
d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
e. memberdayakan masyarakat setempat;
f. menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan;
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata; dan
h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB IV
PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN
Pasal 6
Pasal 7
Pembangunan kepariwisataan meliputi:
a. industri pariwisata;
b. destinasi pariwisata;
c. pemasaran; dan
d. kelembagaan kepariwisataan.
Pasal 8
(2) Pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana pembangunan jangka panjang nasional.
Pasal 9
(2) Rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah provinsi.
(3) Rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota.
(4) Penyusunan rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan.
(5) Rencana induk pembangunan kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) meliputi perencanaan pembangunan industri pariwisata, destinasi pariwisata, pemasaran, dan kelembagaan kepariwisataan.
Pasal 10
Pasal 11
BAB V
KAWASAN STRATEGIS
Pasal 12
b. potensi pasar;
c. lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah;
d. perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup;
e. lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya;
f. kesiapan dan dukungan masyarakat; dan
g. kekhususan dari wilayah.
(2) Kawasan strategis pariwisata dikembangkan untuk berpartisipasi dalam terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan Negara Kesatuan Republik
(3) Kawasan strategis pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan agama masyarakat setempat.
Pasal 13
(2) Kawasan strategis pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian integral dari rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
(3) Kawasan strategis pariwisata nasional ditetapkan oleh Pemerintah, kawasan strategis pariwisata provinsi ditetapkan oleh Pemerintah Daerah provinsi, dan kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota ditetapkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
(4) Kawasan pariwisata khusus ditetapkan dengan undang-undang.
BAB VI
USAHA PARIWISATA
Pasal 14
a. daya tarik wisata;
b. kawasan pariwisata;
c. jasa transportasi wisata;
d. jasa perjalanan wisata;
e. jasa makanan dan minuman;
f. penyediaan akomodasi;
g. penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
h. penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran;
i. jasa informasi pariwisata;
j. jasa konsultan pariwisata;
k. jasa pramuwisata;
l. wisata tirta; dan
m. spa.
(2) Usaha pariwisata selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 15
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 16
Pasal 17
a. membuat kebijakan pencadangan usaha pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi; dan
b. memfasilitasi kemitraan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dengan usaha skala besar.
BAB VII
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 18
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengatur dan mengelola urusan kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
a. memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata;
b. melakukan usaha pariwisata;
c. menjadi pekerja/buruh pariwisata; dan/atau
d. berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan.
(2) Setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas:
a. menjadi pekerja/buruh;
b. konsinyasi; dan/atau
c. pengelolaan.
Pasal 20
a. informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata;
b. pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar;
c. perlindungan hukum dan keamanan;
d. pelayanan kesehatan;
e. perlindungan hak pribadi; dan
f. perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi.
Pasal 21
Pasal 22
a. mendapatkan kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang kepariwisataan;
b. membentuk dan menjadi anggota asosiasi kepariwisataan;
c. mendapatkan perlindungan hukum dalam berusaha; dan
d. mendapatkan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 23
a. menyediakan informasi kepariwisataan, perlindungan hukum, serta keamanan dan keselamatan kepada wisatawan;
b. menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan usaha pariwisata yang meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha, memfasilitasi, dan memberikan kepastian hukum;
c. memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali; dan
d. mengawasi dan mengendalikan kegiatan kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat luas.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan pengendalian kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 24
a. menjaga dan melestarikan daya tarik wisata; dan
b. membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.
Pasal 25
a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
b. memelihara dan melestarikan lingkungan;
c. turut serta menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan; dan
d. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum.
Pasal 26
a. menjaga dan menghormati norma agama, adat istiadat, budaya, dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat setempat;
b. memberikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab;
c. memberikan pelayanan yang tidak diskriminatif;
d. memberikan kenyamanan, keramahan, perlindungan keamanan, dan keselamatan wisatawan;
e. memberikan perlindungan asuransi pada usaha pariwisata dengan kegiatan yang berisiko tinggi;
f. mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat, dan menguntungkan;
g. mengutamakan penggunaan produk masyarakat setempat, produk dalam negeri, dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal;
h. meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan;
i. berperan aktif dalam upaya pengembangan prasarana dan program pemberdayaan masyarakat;
j. turut serta mencegah segala bentuk perbuatan yang melanggar kesusilaan dan kegiatan yang melanggar hukum di lingkungan tempat usahanya;
k. memelihara lingkungan yang sehat, bersih, dan asri;
l. memelihara kelestarian lingkungan alam dan budaya;
m. menjaga citra negara dan bangsa Indonesia melalui kegiatan usaha kepariwisataan secara bertanggung jawab; dan
n. menerapkan standar usaha dan standar kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 27
(2) Merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah melakukan perbuatan mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan, memindahkan, mengambil, menghancurkan, atau memusnahkan daya tarik wisata sehingga berakibat berkurang atau hilangnya keunikan, keindahan, dan nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
BAB VIII
KEWENANGAN PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 28
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional;
b. mengoordinasikan pembangunan kepariwisataan lintas sektor dan lintas provinsi;
c. menyelenggarakan kerja sama internasional di bidang kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. menetapkan daya tarik wisata nasional;
e. menetapkan destinasi pariwisata nasional ;
f. menetapkan norma, standar, pedoman, prosedur, kriteria, dan sistem pengawasan dalam penyelenggaraan kepariwisataan;
g. mengembangkan kebijakan pengembangan sumber daya manusia di bidang kepariwisataan;
h. memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali;
i. melakukan dan memfasilitasi promosi pariwisata nasional;
j. memberikan kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan;
k. memberikan informasi dan/atau peringatan dini yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan;
l. meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang dimiliki masyarakat;
m. mengawasi, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan kepariwisataan; dan
n. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Pasal 29
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi;
b. mengoordinasikan penyelenggaraan kepariwisataan di wilayahnya;
c. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata;
d. menetapkan destinasi pariwisata provinsi;
e. menetapkan daya tarik wisata provinsi;
f. memfasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya;
g. memelihara aset provinsi yang menjadi daya tarik wisata provinsi; dan
h. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Pasal 30
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;
b. menetapkan destinasi pariwisata kabupaten/kota;
c. menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota;
d. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata;
e. mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di wilayahnya;
f. memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya;
g. memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru;
h. menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan dalam lingkup kabupaten/kota;
i. memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang berada di wilayahnya;
j. menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata; dan
k. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Pasal 31
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah atau lembaga lain yang tepercaya.
(3) Penghargaan dapat berbentuk pemberian piagam, uang, atau bentuk penghargaan lain yang bermanfaat.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan, bentuk penghargaan, dan pelaksanaan pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 32
(2) Dalam menyediakan dan menyebarluaskan informasi, Pemerintah
mengembangkan sistem informasi kepariwisataan nasional.
(3) Pemerintah Daerah dapat mengembangkan dan mengelola sistem informasi kepariwisataan sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerah.
BAB IX
KOORDINASI
Pasal 33
(2) Koordinasi strategis lintas sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bidang pelayanan kepabeanan, keimigrasian, dan karantina;
b. bidang keamanan dan ketertiban;
c. bidang prasarana umum yang mencakupi jalan, air bersih, listrik,
telekomunikasi, dan kesehatan lingkungan;
d. bidang transportasi darat, laut, dan udara; dan
e. bidang promosi pariwisata dan kerja sama luar negeri.
Pasal 34
Pasal 35
BAB X
BADAN PROMOSI PARIWISATA
Bagian Kesatu
Badan Promosi Pariwisata
Pasal 36
(2) Badan Promosi Pariwisata
(3) Pembentukan Badan Promosi Pariwisata
Pasal 37
Pasal 38
a. wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang;
b. wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang;
c. asosiasi penerbangan 1 (satu) orang; dan
d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.
(2) Keanggotaan unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata
(3) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 39
Pasal 40
(2) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata
(3) Masa kerja unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan Promosi Pariwisata Indonesia.
Pasal 41
a. meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia;
b. meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa;
c. meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan;
d. menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undnagan; dan
e. melakukan riset dalam rangka pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
(2) Badan Promosi Pariwisata
a. koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat dan daerah; dan
b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal 42
a. pemangku kepentingan; dan
b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersifat hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengelolaan dana yang bersumber dari non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah wajib diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat.
Bagian Kedua
Badan Promosi Pariwisata Daerah
Pasal 43
(2) Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga swasta dan bersifat mandiri.
(3) Badan Promosi Pariwisata Daerah dalam melaksanakan kegiatannya wajib berkoordinasi dengan Badan Promosi Pariwisata
(4) Pembentukan Badan Promosi Pariwisata Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
Pasal 44
Pasal 45
a. wakil asosiasi kepariwisataan 4 (empat) orang;
b. wakil asosiasi profesi 2 (dua) orang;
c. asosiasi penerbangan 1 (satu); dan
d. pakar/akademisi 2 (dua) orang.
(2) Keanggotaan unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Daerah ditetapkan dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota untuk masa tugas paling lama 4 (empat) tahun.
(3) Unsur penentu kebijakan Badan Promosi Pariwisata Daerah dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dibantu oleh seorang sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota.
Pasal 46
Unsur penentu kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 membentuk unsure pelaksana untuk menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata Daerah.
Pasal 47
(2) Unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah wajib menyusun tata kerja dan rencana kerja.
(3) Masa kerja unsur pelaksana Badan Promosi Pariwisata Daerah paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa kerja berikutnya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja, persyaratan, serta tata cara pengangkatan dan pemberhentian unsur pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan Promosi Pariwisata Daerah.
Pasal 48
a. meningkatkan citra kepariwisataan Indonesia;
b. meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa;
c. meningkatkan kunjungan wisatawan nusantara dan pembelanjaan;
d. menggalang pendanaan dari sumber selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan; dan
e. melakukan riset dalam rangka pengembangan usaha dan bisnis pariwisata.
(2) Badan Promosi Pariwisata Daerah mempunyai fungsi sebagai:
a. koordinator promosi pariwisata yang dilakukan dunia usaha di pusat dan daerah;
b. mitra kerja Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pasal 49
a. pemangku kepentingan; dan
b. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Bantuan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah bersifat hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengelolaan dana yang bersumber dari non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan non-Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah wajib diaudit oleh akuntan publik dan diumumkan kepada masyarakat
BAB XI
GABUNGAN INDUSTRI PARIWISATA
Pasal 50
(2) Keanggotaan Gabungan Industri Pariwisata
a. pengusaha pariwisata;
b. asosiasi usaha pariwisata;
c. asosiasi profesi; dan
d. asosiasi lain yang terkait langsung dengan pariwisata.
(3) Gabungan Industri Pariwisata
(4) Gabungan Industri Pariwisata
(5) Gabungan Industri Pariwisata Indonesia melakukan kegiatan, antara lain:
a. menetapkan dan menegakkan Kode Etik Gabungan Industri Pariwisata Indonesia;
b. menyalurkan aspirasi serta memelihara kerukunan dan kepentingan anggota dalam rangka keikutsertaannya dalam pembangunan bidang kepariwisataan;
c. meningkatkan hubungan dan kerja sama antara pengusaha pariwisata Indonesia dan pengusaha pariwisata luar negeri untuk kepentingan pembangunan kepariwisataan;
d. mencegah persaingan usaha yang tidak sehat di bidang pariwisata; dan
e. menyelenggarakan pusat informasi usaha dan menyebarluaskan kebijakan Pemerintah di bidang kepariwisataan.
Pasal 51
BAB XII
PELATIHAN SUMBER DAYA MANUSIA,
STANDARDISASI, SERTIFIKASI,
DAN TENAGA KERJA
Bagian Kesatu
Pelatihan Sumber Daya Manusia
Pasal 52
Bagian Kedua
Standardisasi dan Sertifikasi
Pasal 53
(2) Standar kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi kompetensi.
(3) Sertifikasi kompetensi dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 54
(2) Standar usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi usaha.
(3) Sertifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 55
Bagian Ketiga
Tenaga Kerja Ahli Warga Negara Asing
Pasal 56
(2) Tenaga kerja ahli warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari organisasi asosiasi pekerja profesional kepariwisataan.
BAB XIII
PENDANAAN
Pasal 57
Pasal 58
Pasal 59
Pasal 60
Pasal 61
BAB XIV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 62
(2) Apabila wisatawan telah diberi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak diindahkannya, wisatawan yang bersangkutan dapat diusir dari lokasi perbuatan dilakukan.
Pasal 63
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. teguran tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha; dan
c. pembekuan sementara kegiatan usaha.
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dikenakan kepada pengusaha paling banyak 3 (tiga) kali.
(4) Sanksi pembatasan kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak mematuhi teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Sanksi pembekuan sementara kegiatan usaha dikenakan kepada pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 64
(2) Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan hukum, merusak fisik, atau mengurangi nilai daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
Pasal 66
(2) Gabungan Industri Pariwisata
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 67
Pasal 68
Pasal 69
Pasal 70
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...
PRESIDEN REPUBLIK
DR.H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK
NOMOR ... TAHUN 2008
Tuhan Yang Maha Esa telah menganugerahi bangsa
Kecenderungan perkembangan kepariwisataan dunia dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Hal itu disebabkan, antara lain, oleh perubahan struktur sosial ekonomi negara di dunia dan semakin banyak orang yang memiliki pendapatan lebih yang semakin tinggi. Selain itu, kepariwisataan telah berkembang menjadi suatu fenomena global, menjadi kebutuhan dasar, serta menjadi bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi. Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dunia usaha pariwisata, dan masyarakat berkewajiban untuk dapat menjamin agar berwisata sebagai hak setiap orang dapat ditegakkan sehingga mendukung tercapainya peningkatan harkat dan martabat manusia, peningkatan kesejahteraan, serta persahabatan antarbangsa dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia.
Dalam menghadapi perubahan global dan penguatan hak pribadi masyarakat untuk menikmati waktu luang dengan berwisata, perlu dilakukan pembangunan kepariwisataan yang bertumpu pada keanekaragaman, keunikan, dan kekhasan bangsa dengan tetap menempatkan kebhinekaan sebagai suatu yang hakiki dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain itu, pembangunan kepariwisataan harus tetap memperhatikan jumlah penduduk. Jumlah penduduk akan menjadi salah satu modal utama dalam pembangunan kepariwisataan pada masa sekarang dan yang akan datang karena memiliki fungsi ganda, di samping sebagai aset sumber daya manusia, juga berfungsi sebagai sumber potensi wisatawan nusantara.
Dengan demikian, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk menciptakan kesadaran akan identitas nasional dan kebersamaan dalam keragaman. Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat memberdayakan masyarakat yang mencakupi berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, pemasaran, destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerja sama antarnegara, pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan budaya.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan kepariwisataan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan masih menitikberatkan pada usaha pariwisata. Oleh karena itu, sebagai salah satu syarat untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pembangunan kepariwisataan yang bersifat menyeluruh dalam rangka menjawab tuntutan zaman akibat perubahan lingkungan strategis, baik eksternal maupun internal, perlu mengganti Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1990 dengan undang-undang yang baru. Materi yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi, antara lain hak dan kewajiban masyarakat, wisatawan, pelaku usaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, pembangunan kepariwisataan yang komprehensif dan berkelanjutan, koordinasi lintas sektor, pengaturan kawasan strategis, pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah di dalam dan di sekitar destinasi pariwisata, badan promosi pariwisata, asosiasi kepariwisataan, standardisasi usaha, dan kompetensi pekerja pariwisata, serta pemberdayaan pekerja pariwisata melalui pelatihan sumber daya manusia.
II. PASAL DEMI PASAL
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan “lingkungan hidup” adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Huruf e
yang bertempat tinggal di dalam wilayah destinasi pariwisata dan
diprioritaskan untuk mendapatkan manfaat dari penyelenggaraan
kegiatan pariwisata di tempat tersebut.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
internasional” adalah kode etik dan kesepakatan internasional dalam
penyelenggaraan kepariwisataan yang telah diratifikasi.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Huruf a
pariwisata, antara lain pembangunan struktur (fungsi, hierarki, dan
hubungan) industri pariwisata, daya saing produk pariwisata,
kemitraan usaha pariwisata, kredibilitas bisnis, serta tanggung jawab
terhadap lingkungan alam dan sosial budaya.
Huruf b
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan destinasi
pariwisata, antara lain pemberdayaan masyarakat, pembangunan
daya tarik wisata, pembangunan prasarana, penyediaan fasilitas
umum, serta pembangunan fasilitas pariwisata secara terpadu dan
berkesinambungan.
Huruf c
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan pemasaran
pariwisata, antara lain pemasaran pariwisata bersama, terpadu, dan
berkesinambungan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan serta pemasaran yang bertanggung jawab dalam membangun citra
Huruf d
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan pembangunan
kelembagaan kepariwisataan, antara lain pengembangan organisasi
Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, dan masyarakat,
pengembangan sumber daya manusia, regulasi, serta mekanisme
operasional di bidang kepariwisataan.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pemangku kepentingan” adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, dunia usaha, dan masyarakat.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mendorong penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing yang dilakukan melalui, antara lain pemberian insentif fiskal dan nonfiskal, kemudahan, promosi penanaman modal, dan pemberian informasi peluang penanaman modal.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Kawasan strategis yang memiliki kekhususan wilayah menjadi kawasan pariwisata khusus ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “usaha daya tarik wisata” adalah usaha
yang kegiatannya mengelola daya tarik wisata alam, daya tarik
wisata budaya, dan daya tarik wisata buatan/binaan manusia.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “usaha kawasan pariwisata” adalah
usaha yang kegiatannya membangun dan/atau mengelola
kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan
pariwisata.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “usaha jasa transportasi wisata” adalah
usaha khusus yang menyediakan angkutan untuk kebutuhan dan
kegiatan pariwisata, bukan angkutan transportasi reguler/umum.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “usaha jasa perjalanan wisata” adalah
usaha biro perjalanan wisata dan usaha agen perjalanan wisata.
Usaha biro perjalanan wisata meliputi usaha penyediaan jasa
perencanaan perjalanan dan/atau jasa pelayanan dan
penyelenggaraan pariwisata, termasuk penyelenggaraan
perjalanan ibadah.
Usaha agen perjalanan wisata meliputi usaha jasa pemesanan
sarana, seperti pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi
serta pengurusan dokumen perjalanan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “usaha jasa makanan dan minuman”
adalah usaha jasa penyediaan makanan dan minum yang
dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses
pembuatan dapat berupa restoran, kafe, jasa boga, dan bar/kedai
minum.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “usaha penyediaan akomodasi” adalah
usaha yang menyediakan pelayanan penginapan yang dapat
dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya.
Usaha penyediaan akomodasi dapat berupa hotel, vila, pondok
wisata, bumi perkemahan, persinggahan karavan, dan akomodasi
lainnya yang digunakan untuk tujuan pariwisata.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “usaha penyelenggaraan kegiatan
hiburan dan rekreasi” merupakan usaha yang ruang lingkup
kegiatannya berupa usaha seni pertunjukan, arena permainan,
karaoke, bioskop, serta kegiatan hiburan dan rekreasi lainnya
yang bertujuan untuk pariwisata.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “usaha jasa penyelenggaraan
pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran” adalah
usaha yang memberikan jasa bagi suatu pertemuan sekelompok
orang, menyelenggarakan perjalanan bagi karyawan dan mitra
usaha sebagai imbalan atas prestasinya, serta menyelenggarakan pameran dalam rangka menyebarluaskan informasi dan promosi suatu barang dan jasa yang berskala nasional, regional, dan internasional.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “usaha jasa informasi pariwisata” adalah
usaha yang menyediakan data, berita, feature, foto, video, dan
hasil penelitian mengenai kepariwisataan yang disebarkan dalam
bentuk bahan cetak dan/atau elektronik.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “usaha jasa konsultan pariwisata” adalah
usaha yang menyediakan saran dan rekomendasi mengenai studi
kelayakan, perencanaan, pengelolaan usaha, penelitian, dan
pemasaran di bidang kepariwisataan.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “usaha jasa pramuwisata” adalah usaha
yang menyediakan dan/atau mengoordinasikan tenaga pemandu
wisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dan/atau
kebutuhan biro perjalanan wisata.
Huruf l
Yang dimaksud dengan “usaha jasa wisata tirta” merupakan
usaha yang menyelenggarakan wisata dan olahraga air, termasuk
penyediaan sarana dan prasarana serta jasa lainnya yang
dikelola secara komersial di perairan laut, pantai, sungai, danau,
dan waduk
Huruf m
Yang dimaksud dengan “usaha spa” adalah usaha jasa
perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi
terapi air, terapi aroma, pijat, rempah-rempah, layanan
makanan/minuman sehat, dan olah aktivitas fisik dengan tujuan
menyeimbangkan jiwa dan raga dengan tetap memperhatikan
tradisi dan budaya bangsa Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Tata cara pendaftaran yang diatur dalam Peraturan Menteri bersifat
teknis dan administratif yang memenuhi prinsip dalam penyelenggaran pelayanan publik yang transparan meliputi, antara lain prosedur pelayanan yang sederhana, persyaratan teknis dan administratif yang mudah, waktu penyelesaian yang cepat, lokasi pelayanan yang mudah dijangkau, standar pelayanan yang jelas, dan informasi pelayanan yang terbuka. Penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanaan instansi pemerintah (akuntabel).
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kebijakan pencadangan usaha pariwisata”
adalah memberikan perlindungan dan kesempatan berusaha untuk
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 18
Yang dimaksud dengan “mengelola” adalah merencanakan,
mengorganisasikan, dan mengendalikan semua urusan kepariwisataan.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “konsinyasi” adalah hak setiap orang
atau masyarakat untuk menempatkan komoditas untuk dijual
melalui usaha pariwisata yang pembayarannya dilakukan
kemudian.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pengelolaan” adalah hak setiap orang
atau masyarakat untuk mengusahakan sumber daya yang
dimilikinya dalam menunjang kegiatan usaha pariwisata, misalnya
penyedian angkutan di sekitar destinasi untuk menunjang
pergerakan wisatawan.
Pasal 20
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pelayanan kepariwisataan sesuai dengan
standar” adalah pelayanan yang diberikan kepada wisatawan
berdasarkan standar kualifikasi usaha dan standar kompetensi sumber daya manusia.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “usaha pariwisata yang memiliki risiko tinggi” meliputi, antara lain wisata selam, arung jeram, panjat tebing,
permainan jet coaster, dan mengunjungi objek wisata tertentu, seperti melihat satwa liar di alam bebas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “spesies tertentu” adalah kelompok flora dan fauna yang dilindungi.
Yang dimaksud dengan “keunikan” adalah suatu keadaan atau hal yang memiliki kekhususan/keistimewaan yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan, seperti relief candi, patung, dan rumah adat.
Yang dimaksud dengan “nilai autentik” adalah nilai keaslian yang
menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan, seperti benda cagar budaya.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Ketentuan mengenai koordinasi strategis di bidang pelayanan
kepabeanan dilakukan dengan instansi pemerintah yang
mengurusi bidang bea cukai dalam hal mempermudah masuk
dan keluarnya barang untuk keperluan berbagai kegiatan
pariwisata, antara lain untuk keperluan pertemuan, perjalanan
insentif, konferensi, dan pameran; untuk promosi pariwisata
internasional; dan untuk kegiatan pariwisata internasional lainnya.
Ketentuan mengenai koordinasi strategis di bidang pelayanan
keimigrasian dilakukan dengan instansi pemerintah yang
mengurusi keimigrasian dalam hal mempermudah:
b. pemberian bebas visa kunjungan singkat (BVKS) atau visa
free dan visa kunjungan saat kedatangan (VKSK) atau visa on
arrival (VOA); dan
c. pemberian visa kepada peserta pertemuan, perjalanan
insentif, konferensi, dan pameran dari negara di luar yang
mendapatkan fasilitas BVKS dan VKSK.
Ketentuan mengenai koordinasi strategis di bidang pelayanan
karantina dilakukan dengan instansi pemerintah yang mengurusi
karantina dan kesehatan dengan prosedur yang jelas dan tegas
dalam hal:
a. masuk dan keluarnya hewan dan tumbuhan yang terkait
dengan kegiatan pariwisata/ pertemuan, perjalanan insentif,
konferensi, dan pameran; dan
b. masuk dan keluarnya bahan/barang untuk keperluan
wisatawan.
Huruf b
Ketentuan mengenai koordinasi strategis bidang keamanan dan
ketertiban dilakukan dengan instansi Pemerintah di bidang
pemerintahan dalam negeri, Kepolisian Republik Indonesia, dan
Tentara Nasional Indonesia dalam hal:
a. kebijakan dan pelayanan pengamanan di lingkungan objek
vital pariwisata nasional dan daerah;
b. penetapan standar keamanan dan ketertiban serta
pengawasan perjalanan wisatawan sejak kedatangan, selama
perjalanan, dan sampai kepulangan; dan
c. pemberian informasi mengenai kondisi destinasi pariwisata
yang kondusif dan aman untuk dikunjungi dengan
memberikan peringatan dini terhadap adanya suatu bencana.
Huruf c
Ketentuan mengenai koordinasi strategis bidang penyediaan
prasarana umum dilakukan dengan instansi pemerintah dalam hal
ketersediaan dan keterpeliharaan:
a. prasarana jalan menuju dan di lingkungan destinasi
pariwisata;
b. air bersih untuk fasilitas umum dan fasilitas pariwisata di
destinasi pariwisata;
c. listrik untuk fasilitas umum dan fasilitas pariwisata di destinasi
pariwisata;
d. sarana telekomunikasi untuk fasilitas umum dan fasilitas
pariwisata di destinasi pariwisata; dan
e. sistem pembuangan air kotor, sampah, dan sanitasi.
Huruf d
Ketentuan mengenai koordinasi strategis bidang transportasi
darat, laut, dan udara dilakukan dengan instansi pemerintah di
bidang perhubungan dalam hal:
a. peningkatan jalur dan frekuensi penerbangan maskapai asing
dan maskapai nasional dari sumber utama pasar wisatawan
mancanegara;
b. peningkatan kualitas sarana bandara, terminal bus, stasiun
kereta api, dan pelabuhan laut yang memenuhi International
Ship and Port Security Code (ISPS Code);
c. peningkatan kenyamanan sarana transportasi;
d. keterpaduan moda transportasi;
e. ketersediaan pelayanan transportasi perintis; dan
f. ketersediaan rambu/petunjuk perjalanan menuju daya tarik
wisata dan destinasi pariwisata.
Huruf e
Ketentuan mengenai koordinasi strategis bidang promosi
pariwisata dilakukan dengan instansi Pemerintah yang
menangani bidang luar negeri, perindustrian, perdagangan,
penanaman modal, dan Pemerintah Daerah dalam hal promosi
terpadu di bidang pariwisata, perdagangan, industri, dan
penanaman modal dan promosi bersama di bidang pariwisata
dengan melibatkan pemerintah daerah, perusahaan
penerbangan, dan industri pariwisata.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 37
Yang dimaksud dengan “unsur penentu kebijakan” adalah penentu yang merumuskan dan menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas Badan Promosi Pariwisata
Yang dimaksud dengan “unsur pelaksana” adalah pelaksana kebijakan yang menjalankan tugas operasional Badan Promosi Pariwisata
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 55
Sertifikasi kompetensi diberikan oleh lembaga sertifikasi profesi yang mendapat lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Sertifikat diberikan setelah lulus uji kompetensi yang dilakukan berdasarkan standar kompetensi yang disusun bersama-sama oleh instansi pemerintah di bidang pariwisata, asosiasi pariwisata, pengusaha, dan akademisi.
Pasal 56
Ayat (1)
Ketentuan mengenai tenaga kerja ahli warga negara asing bidang pariwisata dibutuhkan sepanjang keahliannya belum dapat dipenuhi atau belum tersedia tenaga kerja
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
For fun filled days, please click to visit the sites
This is also for you!
Just click